Thursday, October 30, 2008

Nasionalisme



Sudah pada lihat iklan PKS di tipi? Disitu ada beberapa tokoh nasional yang diambil spirit perjuangannya. Mereka adalah Bung Karno, M. Natsir, Hasyim Asy'ari dan Ahmad Dahlan. Meski menimbulkan pro dan kontra bagi sebagian kalangan, bagi saya iklan tsb sangat pas dengan momentum Sumpah Pemuda. Kita kembali diingatkan dengan semangat juang para pahlawan bangsa, sekaligus membangkitkan semangat nasionalisme yang mulai pudar..
AKU BUKAN BUDAK MOSKOW.. BUKAN PULA BUDAK AMERIKA.. AKU ADALAH "BUDAK" BAGI RAKYATKU SENDIRI..!!

Thursday, October 9, 2008

Cinta Tak Harus Memiliki

Udah lama nggak posting tulisan yg bertemakan cinta. Kebetulan ada email masuk di milis sebelah. Sebuah kisah menarik dari generasi terdahulu.. Bahwa cinta itu tidak harus memiliki.. It's a nice story. Kadang kita sering terjebak pada nafsu dan ambisi dengan mengatasnamakan cinta. Moga bisa menjadi pembelajaran bagi kita bagaimana seharusnya menyikapi yang namanya cinta..

===

Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abud Darda'.
"Subhanallaah.. wal hamdulillaah..", girang Abud Darda' mendengarnya. Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

"Saya adalah Abud Darda', dan ini adalah saudara saya Salman seorang Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang utama di sisi Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, sampai-sampai beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.", fasih Abud Darda' bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.

"Adalah kehormatan bagi kami", ucap tuan rumah, "Menerima Anda berdua, shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami." Tuan rumah memberi isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan segala debar hati.

"Maafkan kami atas keterusterangan ini", kata suara lembut itu. Ternyata sang ibu yang bicara mewakili puterinya. "Tetapi karena Anda berdua yang datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami menolak pinangan Salman. Namun jika Abud Darda' kemudian juga memiliki urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan."

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah. Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia bicara.
"Allahu Akbar!", seru Salman, "Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan ini akan aku serahkan pada Abud Darda', dan aku akan menjadi saksi pernikahan kalian!"

♥♥♥

Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih, merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan 'merasa dikhianati'-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah, dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.

Monday, October 6, 2008

Mudik Lebaran

Akhirnya.. saya merasakan juga yg namanya mudik lebaran. Selama ini, saya selalu berlebaran di jakarta, kampung (eh, kota) halaman. Meski sejak menikah slalu silaturahim saat lebaran ke kampung istri di Cimahi, Bandung. Namun belum pernah saat malam takbiran, hari H, ataupun sholat 'ied di Bandung. Biasanya, dalam 3 tahun terakhir saya dan istri baru sowan ke Bandung saat H+2. Tahun ini saya, istri dan Faruq berkesempatan melalui H-1 hingga H+2 di Bandung..

H-1

Alhamdulillah.. perjalanan jakarta-bandung lewat tol cipularang lancar.. berangkat dari pool Star Travel di Plaza Tendean jam 10 pagi.. Tujuan akhir travel adalah pool Star di Ciwalk. Setelah keluar tol Pasteur, kita minta turun di BTC jam 11:30 teng.. Berarti cuma 1,5 jam perjalanan Jakarta-Bandung. Di BTC ibu mertua sudah menunggu untuk menjemput cucu kesayangannya.. Yup, siapa lagi kalo bukan Faruq, my junior.. maklum, cucu pertama dan satu2nya yg kini berumur 4 bulan itu baru kali ini ke Bandung..

Setelah "ngedrop" faruq di BTC, saya & ummi-nya faruq belanja dulu ke Giant yg berada di sebrang BTC (Bandung Trade Center).. gak enak mudik ke mertua gak bawa apa2.. eh, bawa dodol ding.. titipan dari emak di jakarte.. dodol betawi ma dodol china.. sambil nyari2 sesuatu buat menu buka puasa di hari terakhir ramadhan tahun ini dan kue2 kering buat lebaran.. selesai shopping, langsung cabut ke rumah mertua di Cimahi..

H

Setelah sholat 'ied di lapangan deket rumah, ketupat dan opor ayam sudah menunggu.. ba'da makan2, kita silaturahim ke beberapa tetangga.. kemudian berangkat ke Kopo, rumah Wa Idi, adik dari alm. bapak mertua saya.. disana sudah berkumpul keluarga besar dari istri saya.. Faruq yg lagi lucu2nya jadi pusat perhatian disana, seperti juga waktu di Cimahi..

H+1

Jam 9 pagi tiba di Masjid Salman ITB, janji ketemuan dgn Mas Roji yg membawa istri & 3 anaknya, Nusaiba (7th), Huzaifah (4th) dan Ammar (1,5th).. Saya juga bawa pasukan: faruq, ummu faruq dan juan (keponakan istri yg berusia 8th).. Mas Roji adalah sobat saya waktu kuliah di Bandung. Dulu saya banyak belajar bisnis dari dia. Dia membiayai kuliahnya sendiri dengan usaha percetakan-nya. Kami berdua pernah berkolaborasi dengan berjualan buku2 islam di kampus dan sekitarnya.. Kini Mas Roji bekerja di sebuah BUMN.. Pertemuan di Salman itu membuka kembali aura kami untuk bisnis bareng lagi.. mudah2an suatu saat bisa terwujud..

H+2

Kalo berangkat naek Star, pulang pake Cipaganti. Kebetulan ada pool Cipaganti di BTC. Enin dan Wa Dega mengantar Faruq hingga BTC. Nenek dan Om-nya Faruq itu terasa berat melepas cucu dan ponakannya ke Jakarta. 3 hari sepertinya masih kurang untuk bermain2 dengan Faruq. Kapan2 kita ke Bandung lagi kok, Nin.. Jakarta-Bandung kan deket.. Wuzz.. Cipaganti pun melaju dari Bandung ke Jakarta lewat tol Cipularang.. menyisakan sebuah pantun yang terkirim sebagai sms lebaran di malam takbiran..

mudik ke bandung lewat cipularang
mampir sejenak mengisi bensin
idul fitri sudah menjelang
mohon maaf lahir & bathin

Friday, October 3, 2008