Wednesday, November 7, 2007

Antara Cinta Dan Tanggung Jawab

Sebuah tulisan hasil FW seorang teman menghangatkan salah satu milis yg saya ikuti. Tulisan itu berjudul "Cintaku, Haruskah Aku Menikah Denganmu?", bercerita seputar cinta. Ya, cinta memang selalu hangat untuk dibicarakan. Inti dari tulisan itu adalah, bahwa cinta bukanlah segalanya. Orang2 yang diperbudak oleh cinta justru akan menyulitkan dirinya sendiri. Begitulah kira2, meski pada akhir tulisan tsb ada yang mengganjal hati saya sehingga perlu diluruskan kembali.

> Jadi, cinta atau rasio? Hmm, saya akan memperkenalkan satu hal lagi,
> yaitu keinginan. Teman saya bilang, you can if you think you can. Ya,
> balik lagi ke motivasi. Ya, belakangan ini saya tertarik dengan
> motivasi karena energinya yang begitu besar. Bahkan kita asal pilih
> pun, tanpa cinta atau tanpa kecocokan karakter, kita bisa bahagia. So
> jangan terlalu khawatir dengan kedua hal itu. Tidak cocok pun bisa
> bahagia. Tidak cinta pun bisa bahagia. Kecocokan bisa diusahakan,
> begitu pula dengan cinta. Saya punya sebuah kata-kata bagus dari
> filmnya Ario Wahab dan Putri Patricia. Untuk mencintai, hanya butuh
> keinginan untuk mencintai, sebatas kita mampu.


semoga keinginan yang dimaksud disini tidak sebatas keinginan untuk mencintai.
karena banyak sekali motivasi mulia lainnya yang akan menguatkan untuk memasuki gerbang pernikahan.
keinginan untuk mengikuti sunnah rasulullah,
keinginan untuk melengkapi separuh agama,
keinginan untuk memperoleh keturunan,
keinginan untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat,
keinginan untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah,
dan keinginan lainnya dengan segala makna yang terkandung dalam pernikahan..

keinginan2 itulah yg kemudian akan menentukan arah, mau dibawa kemana bahtera rumah tangga kita.
pada akhirnya, ada satu kekuatan yang kelak lebih dominan dari cinta dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, yaitu tanggung jawab.

suatu ketika seorang sahabat mengungkapkan keinginannya untuk bercerai kepada Umar bin Khattab.
alasannya sederhana, ia sudah tidak mencintai istrinya lagi.
kemudian Umar berkata, "mengapa pernikahan hanya dilandasi dengan cinta, mengapa tidak dengan tanggung jawab?"

ketika seorang suami dan istri telah saling memahami dan menjalankan tanggung jawabnya masing2, selanjutnya cinta bisa menjadi bumbu yang indah..
seperti yang pernah diungkapkan pujangga Sapardi Djoko Damono,

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


Kalo sudah begini, saya jadi ingat dengan D. D adalah inisial yg mjd panggilan singkat untuk istriku, lewat sms. Sebagaimana dia memanggilku A, yang berarti Abang. Ketika dulu kami melalui proses ta'aruf yang sangat singkat, dan baru mulai "pacaran" setelah menikah. Namun justru benih2 cinta mulai tumbuh seiring dengan perjalanan kami dalam kebersamaan membangun rumah tangga.

Suatu ketika dia pernah mengirim SMS yang membuat hatiku berbunga2..
"Meski waktu dtg & b'lalu, sampai A tiada b'tahan smua ta'kan mampu m'ubah D. Hanya A yg ada direlung hati D. Hanyalah A yg mampu mbuat D jatuh & m'cinta. A bukan sekedar indah, A ta'kan terganti.. Smoga DIA m'jaga cinta suci ini hanya untuk A, suamiku.. Amiin"

Akupun makin cinta padamu, my honey, my sweety, my beauty, my lovely... :)

No comments: