Sunday, January 13, 2008

Menjadi Pengusaha Haruskah Nekat ?

Pertanyaan Pak Ridwan di milis TDA adalah sebuah kegundahan yang tengah dialami seorang amphibi (karyawan yang sedang merintis usaha), mewakili banyak orang yang sedang dihadapkan pada dua pilihan. Dari banyak respon thd pertanyaan itu, saya kutip dua jawaban yang paling lugas dan inspiratif menurut versi saya..

Pertanyaan dari Pak Ridwan:

Rasanya sumpek berada dilingkungan kerja sebagai karyawan.
Semua unek-unek untuk berkembang dan mandiri yang ada dalam benak rasanya terbelenggu oleh waktu dan rutinitas kerja. Akankah suatu saat sy bisa menjadi seorang yang TDA !

Sementara konsep dan rencana usaha bertambah dan bertambah, sudah membumbung, sudah menumpuk mulai dari angan-angan bisnis A sampai Z. Haruskan keinginan itu dibelenggu dan dipatahkan saja !

Rasanya semakin terpenjara semakin lama jadi karyawan..
Saat ini saya amphibi, sambilan sy di kerjakan bersama istri, mengelola sebuah warung makan di samping gedung di Sudirman,. klo dihitung-hitung masih mendingan hasil dagang daripada bekerja, akan tetapi jika pekerjaan saya lepaskan tiba-tiba maka pendapatan pendamping saya akan hilang, sehingga membebani rumahtangga yang jadi satu pendapatan (dari waroeng), tapi klo dibiarkan berlarut umur semakin bertambah dan hasrat menjadi usahawan sukses tak terkejar...

Option 1 :

Apakah sy harus membuat satu usaha yang bisa menghasilkan pendapatan minimal setara dengan gaji kerjaku sbg karyawan saat ini --> yang saya anggap ini keputusan yang aman saya ambil ketika saya beralih full TDA,.. dan penghasilan dari gaji tergantikan ( tapi bisa makan waktu lama untuk ambil option ini, apalagi merencanakan sambil bekerja susah banget nyari waktunya, seringkali banyak urusan tidak tercapai )

Option 2 :

Haruskah nekat saja, keluar begitu saja,.dan mulai mengapresiasikan unek-unek saya.. ?!

Mungkin ada rekan-rekan yang pernah mengalami keinginan spt saya, dan melakukan satu tindakan pilihan yang ternyata Jitu !, mohon berbagi ya..

Trims

Jawaban 1 (versi AG):

mas ridwan, kalimat ini sering disampaikan oleh para motivator, "bisnis itu jangan dihitung -hitung, dibuka baru dihitung, kalo kebanyakan ngitungnya kapan bukanya?" pake rumus MBA mas,

MBA pertama, management by action : buka saja jangan nunggu perpect, karena gak ada yang sempurna di dunia ini, selain Alloh,

MBA kedua, management by adjusment, setelah dibuka, mulai dipoles mana yang belum baik : manajemenya, displaynya, marketingnya, pakagingnya, SDMnya dll.

MBA ketiga, management by antisipation, setelah di poles semuanya, mulai diantisipasi kegagalan yang mungkin terjadi, tapi itu juga jangan terlalu banget karena kalo kita gagal sebenarnya gak gagal tapi kita "sekolah dengan biaya sesuai sengan nilai kegagalan kita.

jangan pake MBA yang keempat, alias management by Afwan, sebentar bentar afwan, afwan mentang mentang sama temen sendiri afwan ya.... afwan harus ditempatkan sesuai dengan porsinya.

moga bermanfaat

Jawaban 2 (versi Rosihan):

Pak Ridwan ....

Sesungguhnya kegalauan seperti ini jawabannya sangat sederhana sekali. Tidak perlu dipikirkan terlalu hebat, karena akal itu memiliki keterbatasan. Tidak juga perlu merisaukan jiwa, karena jiwa seharusnya mengurusi hal-hal yang lebih besar.

Pilih nomor 1 : jika alasan menjadi TDA hanya untuk meningkatkan income, dengan selalu berhitung membanding-bandingkan dengan gaji TDB. Sudah banyak cerita, jika kita bekerja untuk usaha sampingan kita sekeras dan sehebat bekerja dikantor TDB, maka hasilnya sering kali lebih besar dari gaji TDB.

PILIH NOMOR 2 : jika sudah terbebas dari hitung-hitungan akal, dan jiwa bertekad TOTAL menjadi PENGUSAHA. Kita bertindak untuk langkah KEDEPAN selama sisa hidup, untuk berkomitmen terus menjadi pengusaha tanpa henti, tanpa peduli kondisi. Tidak lagi digerakkan oleh orientasi INCOME, tetapi oleh pilihan selalu menjadi TANGAN DI ATAS.

Untuk memilih nomor 2, modalnya bukan nekat, tetapi PASRAH kepada Yang Maha Kaya.

No comments: